Tu. Hantu. Namamu Sariti Khan ? 😸

ENTAH mengapa,  sejak pertemuanku dengan hantu penunggu studio, aku malahan selalu terbayang-bayang akan dirinya. Bukan takut yang kurasakan, tetapi justru penasaran ingin mengetahui siapa dia sebenarnya.
Ketika peristiwa itu kuceritakan pada Mbah Partini, nenekku itu hanya terkekeh. 
“Kowe ki ono-ono wae. Penasaran karo wedokan, kok bongso lelembut to le ? Kok ora karo menungso wae ?” (Kamu itu ada-ada saja. Penasaran sama perempuan, kok sebangsa hantu ? Kok tidak sama manusia saja ?”
“Iyo Mbah. Mbuh iki. Aku kok dadi penasaran yo. Padahal jare konco-konco sing tau ketemu, deknen rupane medeni. Lha karo aku kok malah ngumpetke rai yo ?” (“Iya Mbah. Nggak tahu ini. Aku kok jadi penasaran ya ?  Padahal kata teman-teman yang pernah bertemu dia, wajahnya menakutkan. Lha sama aku kok malah menyembunyikan wajahnya ?”)
“Yo wis. Tak takon Mbah Ershad, jan-jane kae sopo to,” kata Mbah Partini lagi, sambil mengeluarkan papan ouija.
Mbah Ershad yang disebut Mbah Partini, sebenarnya juga bukan manusia. Dia adalah sebangsa jin, yang sudah sudah lama menjadi “teman” keluarga besar kami. Dan seperti biasa, simbah berkomunikasi dengan Mbah Ershad melalui medium papan ouija itu.
Tak lama setelah dipanggil, tiba-tiba mangkuk mini yang kami pegang bergerak-gerak memutar dan kemudian dilanjutkan dengan mengarah ke satu per satu huruf, membentuk kalimat “Ada apa?”
“Nganu Mbah..... Saya pingin tanya. Beberapa hari lalu saya ditemui hantu. Saya pingin tahu, namanya siapa, tinggal di mana, dan jahat apa nggak Mbah?’’ tanyaku.
Sesaat kemudian mangkuk mini yang kami pegang kembali bergerak-gerak, mulai dari lingkaran kecil, ke lingkaran besar, untuk kemudian berhenti. Cukup lama benda itu berhenti. Mungkin sekitar lima atau sepuluh menit. Padahal jariku tak boleh lepas dari mangkuk itu.
Saat tanganku sudah mulai pegal, tiba-tiba mangkuk itu bergerak lagi. Kali ini dari lingkaran lebar, membentuk lingkaran kecil. Setelah berhenti sekitar satu detik, mangkuk mini itu kemudian bergerak lagi menunjuk huruf-huruf dan membentuk kalimat “Maaf... Agak lama. Dia agak susah ditemui. Perempuan itu bernama Sariti. Dia memang sebangsa kuntilanak yang tinggal di belakang studio.”
“Dia jahat apa enggak Mbah ?” tanyaku lantaran makin penasaran.
“Ya begitulah hantu. Kerjaanya khan memang mengganggu manusia. Tapi kalau sama orang-orang pemberani, dia biasa saja. Tadi saya bilang ke Sariti, kalau orang yang dia temui tempo hari adalah cucuku. Jadi dia jangan macam-macam. Lain kali kalau bertemu dia, katakan kamu cucuku,’’ kata Mbah Ershad.
“Nggih mbah. Besok-besok kalau ketemu dia lagi, saya akan katakan kalau saya cucunya panjenengan. Matur suwun Mbah informasinya,’’ kata ku dan sesaat kemudian mangkun kecil itu kembali berputar-putar membentuk lingkaran besar untuk kemudian berhenti.
Sejak itu, setiap di studio pada malam hari, aku malahan selalu memanggil-manggil nama Sariti. “Hai..... Sariti......Sariti......,” teriakku sambil tertawa-tawa. 
Mungkin kini hantu perempuan itu yang malah jengkel. Dia khan yang biasanya menggoda manusia, tapi kini gantian digoda manusia. Wkkkkkk.....kapokmu kapan. (Purwoko)

Komentar