"SAYA seorang ibu rumah tangga. Suami saya bekerja di sebuah LSM. Pendapatan suami memang sudah sesuai UMR, tetapi tetap saja tidak cukup untuk menghidupi kami sekeluarga. Padahal anak saya baru satu orang dan masih berusia dua tahun. Bagaimana jika kelak anak saya sudah sekolah ? Dari mana saya harus mencari tambahan penghasilan."
Itulah keluh
kesah seorang ibu muda. Dia saat ini telah memulai berusaha menambah
penghasilan, tetapi usaha itu selalu ditentang orang tuanya yang menginginkannya
menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Cahaya, nama
ibu muda tersebut kini menghadapi sebuah dilema, antara menuruti kata orang
tuanya untuk menjadi PNS atau terjun ke swasta. Kedua pilihan tersebut, tentu
sama-sama berat.
Kehidupan PNS
saat ini memang sangat menjanjikan kesejahteraan. Untuk seorang sarjana, PNS
tersebut bisa memperoleh penghasilan jauh di atas karyawan pabrik. Belum lagi
setiap tahun, hampir dapat dipastikan dia bukan hanya akan mendapat tunjangan
hari raya sebesar satu kali gaji, tetapi juga gaji ke-13.
Bukan hanya
itu, setiap PNS dan keluarganya juga memperoleh jaminan kesehatan melalui Askes.
Pada instansi tertentu, mereka juga memperoleh tunjangan beras.
Setelah
purnatugas, tidak semua kesejahteraan itu hilang. Pensiunan PNS, juga masih
memperoleh penghasilan setiap bulan dan tetap mendapat jaminan Askes. Mereka juga
masih mendapat semacam THR dan gaji ke-13.
Semua itu
memang menjanjikan kesejahteraan, bahkan bagi PNS yang bekerja dengan pas-pasan
sekalipun. Tak heran jika setiap kali lowongan CPNS dibuka, ribuan orang
mendaftar untuk mengadu nasib.
Tetapi setelah
menjadi PNS, tidak semua orang ternyata mau bekerja keras. Banyak yang hanya terjebak
rutinitas dengan datang ke kantor, memindahkan data dari lembaran kertas ke
komputer, istirahat, dan pulang. Sebuah pekerjaan yang sebebanarnya bisa
dilakukan oleh teknologi.
Ada pula yang
lebih banyak menunggu pekerjaan disodorkan. Setelah tiba di kantor, PNS
tersebut hanya duduk, baca koran, dan kemudian ke kantin. PNS tersebut
cenderung menunda pekerjaan atau bekerja secara lambat, karena lebih suka chatting
di facebook, YM, atau BBM.
Bagi orang
yang merasa dirinya pas-pasan dan tidak ingin maju, menjadi PNS mungkin memang
merupakan pilihan yang baik. Berbagai “janji” kesejahteraan juga menyebabkan setiap
kali ada pendaftaran CPNS, banyak orang berebut mendaftar. Akibatnya,
persaingan pun menjadi sengit dan masuk menjadi PNS juga makin sulit.
Sektor Swasta
Dengan
peluang yang semakin kecil, berebut menjadi PNS sebenarnya merupakan upaya yang
tidak rasional. Lalu mengapa kita mencoba membuka mata untuk melihat peluang
lain. Toh dunia selalu memberikan banyak pilihan untuk kita.
Salah satu
peluang yang selalu terbuka adalah masuk ke sektor swasta. Memang kalau kita
hanya menjadi buruh pabrik, segala harapan tentang kesejahteraan tersebut
memang sulit terujud.
Sangat
sedikit pengusaha, yang walaupun sudah dapat meraup keuntungan miliaran rupiah
setiap bulan, tetapi mau memberikan gaji tinggi pada karyawannya. Ada pula
pekerja di sektor swasta yang bisa kaya, karena dia bergerak di bidang
marketing. Tetapi kalau sudah sukses di dunia marketing, mengapa tidak sekalian
membuka usaha sendiri ?
Seorang sales
marketing yang sukses, tentu adalah seorang pekerja keras dan memiliki jaringan
luas. Kedua hal ini sebenarnya merupakan modal awal untuk menjadi pengusaha.
Seseorang
yang tidak mempunyai modal sama sekali pun bisa menjadi pengusaha, kalau memiliki
jaringan yang besar. Sebagai contoh adalah orang yang hanya pandai berbicara
dan memberikan nasihat. Dengan jaringan yang dia miliki, orang tersebut bisa
menjadi social entrepreneur atau motivator, dengan penghasilan jauh di atas PNS
dengan eselon paling tinggi sekalipun. Nah... silakan pilih, jadi PNS atau
pengusaha. (*)
Komentar
Posting Komentar
Kirim komentar ya, jangan lupa link-nya