Ekor Iggy Hantam Jawa


Iggy
Tropilcal Cyclone Iggy di Tenggara Australia atau Selatan Indonesia (Samudra Hindia), difoto oleh satelit NASA. (ScienceDaily, Jan. 27, 2012)

JAUH sebelum tahun 2012 ini tiba, telah banyak yang meramalkan bahwa penduduk bumi (termasuk Indonesia) bakal menghadapi berbagai bencana. Tabloid Bintang.com (http://www.tabloidbintang.com), Kamis, 22 Desember 2011  lalu juga menurunkan tulisan Eka Pratiwi, tentang buku "Amazing 2012" yang ditulis Naomi Angelia, seorang gadis indigo yang memiliki kelebihan untuk melihat masa depan. Dalam buku itu, Naomi antara lain menulis bahwa tahun ini akan terjadi berbagai bencana, termasuk badai yang memporak-porandakan segalanya.
Jika pandangan Naomi ditafsirkan, pada Januari 2012 di Indonesia bakal terjadi banyak badai. ‘’Waspadalah, jika pada siang hari yang panas tiba-tiba terdengar suara halilintar. Itu bertanda bencana akan tiba,’’ kata Naomi memberikan peringatan dan meminta manusia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Seiring perjalanan waktu, rupanya ‘’ramalan’’ gadis berusia 15 tahun itu mulai mengejawantah.  Dalam empat hari, sejak 25 hingga 29 Januari 2012 lalu, berbagai wilayah di Jawa dan Bali diobrak-abrik angin ribut. Seperti dirilis Republika.co.id, Minggu 29 Januari 2012, Posko Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 35 kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang telah diaduk-aduk oleh angin puting beliung.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bencana itu mengakibatkan 14 orang meninggal, 60 orang luka-luka, dan 2.364 rumah rusak. Mereka tersebar di berbagai kota, yakni 3 di Tabanan, 3 orang di Purbalingga, 2 orang di Kediri, 2 orang di Banyumas, serta di Jakarta Selatan, Wonosobo, Ciamis, dan Pasuruan masing-masing seorang. Kerusakan rumah yang terparah terjadi Kepulauan Seribu, Banyumas, Banjarnegara, dan Situbondo.
Menurutnya, bencana itu dipengaruhi siklon tropis Iggy yang mulai terbentuk Kamis (26/1/2012) lalu di selatan Nusa Tenggara dan Bali. Pendapat Sutopo tersebut juga dikonfirmasi oleh citra satelit di situs BMKG. Dalam citra tersebut terlihat awan menyelimuti hampir seluruh Indonesia. Terlihat pula, arus angin dari arah utara (Filipina) dan Selatan (Australia) melalui Sumatera dan Kalimantan, akan ‘’berlomba-lomba’’ masuk ke Jawa, dengan kecepatan 10 – 25 knot. (1 knot= 1.852 km per jam). Bisa dibayangkan, betapa angin kencang menderu-deru dan merangsek ke Indonesia. Bukan hanya puting beliung, angin seperti ini juga bakal mengakibatkan gelombang tinggi.
Ketinggian gelombang di Laut Jawa pada musim hujan yang biasanya hanya 3,5 meter, kala itu bisa mencapai lebih dari 4 meter. Akibatnya, gelombang tinggi yang disertai angin kencang menerjang perkampungan nelayan di Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Sebanyak 18 rumah rumah rusak dan 620 rumah lainnya terendam air laut.
Amukan gelombang, juga melanda pantai selatan Jawa. Ketinggian gelombang laut di Samudra Indonesia (Samudra Hindia) yang umumnya maksimal mencapai empat meter, pada Januari 2012 ini bisa mencapai tujuh meter. Sungguh sebuah peningkatan yang ekstrem.
Pada rentang waktu April – Oktober, di mana posisi matahari berada di selatan Katulistiwa, sebagian besar wilayah Indonesia, terutama Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara memang berada dalam musim hujan. Pada saat-saat semacam itu, badai tropis memang kerap tumbuh, berkembang, dan akhirnya mati di Samudra Hindia.
Saat menjabat sebagai Kepala BMG Jawa Tengah, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr Widada Sulistya DEA  pernah mengatakan bahwa badai-badai seperti itu, umumnya tidak akan berdampak langsung pada Indonesia. Dalam ‘’pelajaran’’ yang masih penulis ingat hingga kini tersebut, badai tropis cenderung tak menjamah Indonesia, karena negeri ini berada di Katulistiwa. Kawasan tersebut dipengaruhi oleh gaya coriolis atau gaya perputaran bumi. Sehingga setiap badai tropis yang mendekat, akan kembali menjauhi Indonesia menuju ke Australia.
Namun demikian, ‘’ekor’’ badai tersebut tetap bisa ‘’menyabet’’ berbagai wilayah di Indonesia, sehingga menimbulkan hujan lebat, petir yang sambung menyambung, dan angin kencang. Bagi Indonesia, peristiwa semacam ini cukup bisa memicu bencana, seperti banjir, longsor, dan puting beliung.
Lalu bagaimana seandainya peristiwa luar biasa terjadi dan badai tropis justru terjadi di Indonesia ?
Kita tidak bisa mengatakan, peristiwa semacam ini mustahil, karena fakta telah menunjukkan bahwa peristiwa semacam itu adalah sebuah keniscayaan. Situs Meteo BMKG mencatat, 27 April 2009 lalu terjadi peristiwa yang sangat langka, yakni ketika tumbuh siklon tropis Kirrily di atas Kepulauan Kai, Laut Banda. Kirrily menyebabkan hujan lebat dan storm surge (gelora badai) di wilayah ini.
Tercatat puluhan rumah rusak dan puluhan lainnya terendam, jalan raya rusak, dan gelombang tinggi terjadi dari 26 hingga 29 April. Curah hujan tercatat per 24 jam yang tercatat adalah di Tual adalah sebanyak 20mm, 92mm dan 193mm, masing-masing untuk tanggal 27, 28 dan 29 April 2009.
Berbagai fakta tersebut telah membuka mata kita, bahwa Indonesia sudah selayaknya memberikan perhatian besar pada upaya memperkecil risiko bencana akibat badai. Tentu saja, pihak pertama yang harus mengupayakannya adalah pemerintah pusat, yakni dengan senantiasa memperkuat BMKG.
Badan ini sudah waktunya memiliki perlengkapan serbapaling canggih, termasuk radar cuaca dalam jumlah yang mencukupi, untuk memantau seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, upaya untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan tentang angin puting beliung, juga perlu terus dilakukan agar kelak Indonesia memiliki peringatan dini untuk bencana semacam itu.
Kita tidak ingin Indonesia menjadi seperti Amerika, di mana penduduk di benua tersebut sering dilanda tornado, yang bahkan sampai skala empat Fujita (F4). Namun jika Tuhan berkehendak, maka tidak ada yang mustahil di dunia ini. Indonesia pun, entah kapan, suatu ketika mungkin juga akan mengalami badai-badai besar. Jika itu terjadi, berbagai perlatan canggih yang dimiliki BMKG dan dipadukan dengan sistem peringatan dini, akan dapat menyelamatkan banyak jiwa. (*)

Komentar